Selasa, 26 Februari 2013

fitrahnya anak dilahirkan

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Melihat situasi yang terjadi di masyarakat dimana bayi diterlantarkan bahkan dibuang ditempat yang tidak selayaknya membuat miris dan menimbulkan keprihatinan yang mendalam. Dimanakah letak kemanusiaan seseorang kini dipertanyakan. Bahkan kesucian bayi itupun dipertanyakan. Itulah latar belakang dibuar makalah ini, yaitu sebagai tolak ukur kita dan memperdalam kefitrahan manusia sejak dilahirkan.
1.2    Rumusan Masalah
Dari permasalahan yang penulis angkat, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :
1.    Dalil Naqli dan Aqli tentang kefitrahan manusia
2.    Bagaimankah hubungan antara Agama dengan kefitrahan manusia?
3.    Pendapat ulama-ulama tentang kefitrahan manusia.
1.3 Tujuan penulisan
Tujuan penulisan makalah ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam sekaligus sebagai pembelajaran yang nerupakan salah satu bahan diskusi.

1.4 Manfaat Penulisan

    Manfaat dari penulisan ini bisa dijadikan referensi ilmu pengetahuan Agama tentang kefitrahan manusia ketika dilahirkan.

1.5 kerangka Penulisan
BAB I : Pendahuluan, yang terdiri dari latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan kerangka penulisan.
BAB II :Pembahasan
BAB III : kesimpulan
Daftar Pustaka


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Al-qur’an Surat Al-A’raf(7) : 172


“dan ingatlah ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian dari jiwa mereka (seraya berfirman) : Bukankah aku ini Tuhanmu?”, mereka menjawab : “Sesungguhnya (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi-saksi”. Mengatakan : “Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalh orang-orang yang lengah terhadap ini. (keesaan Allah)”

B.     Hadits tentang anak dilahirkan menurut fitrah
Orang Tua Sebab Sang Anak Berada di Suatu Agama
 Dari Abu Hurairah z berkata, Rasulullah n telah bersabda:

مَامِنْمَوُلُودٍإِلاَّيُوْلَدُعَلىَالْفِطْرَةِ،فَأَبَوَاهُيُهَوِّدَانِهِأَوْيُنَصِّرَانِهِأَوْيُمَجِّسَانِهِ،كَمَاتُنْتِجُالْبَهِيْمَةُبَهِيْمَةًجَمْعَاءَهَلْتُحِسُّونَفِيْهَامِنْجَدْعَاءَ؟

“Tidaklah setiap anak yang lahir kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Maka kedua orangtuanyalah yang akan menjadikannya sebagai Yahudi, Nasrani, atau Majusi. Seperti hewan melahirkan anaknya yang sempurna, apakah kalian melihat darinya buntung (pada telinga)?”
Hadits diriwayatkan oleh Al-Imam Malik t dalam Al-Muwaththa` (no. 507); Al-Imam Ahmad t dalam Musnad-nya (no. 8739); Al-Imam Al-Bukhari t dalam Kitabul Jana`iz (no. 1358, 1359, 1385), Kitabut Tafsir (no. 4775), Kitabul Qadar (no. 6599); Al-Imam Muslim t dalam Kitabul Qadar (no. 2658).
Terlalu sering dan akrab pada pendengaran manusia, teguran dan sapaan yang mengajak (memperingatkan) kepada setiap diri, untuk menjadi seorang yang pandai mensyukuri nikmat Allah l, bertakwa, bertawakal dan beribadah hanya kepada-Nya.Namun hal ini kadang dianggap sebagai perkara yang membosankan.Menjadi perkara yang berlalu tanpa arti, masuk telinga kanan keluar dari telinga kiri. Semua orang paham, bahwa setiap diri pasti mempunyai hati, dan bukan ia yang memegang kendali, sehingga bisa bertindak semaunya sendiri. Namun ketahuilah, Allah l lah yang menguasai hati manusia, yang membolak-balikkannya, sesuai dengan apa yang dikehendaki-Nya. Tidak ada seorangpun yang tahu apa yang akan terjadi. Karena bisa jadi, peringatan yang terulang berkali-kali akan menjadi manfaat dan faedah yang berarti, bagi orang yang ingin mengubah dan membersihkan diri dari dosa (perbuatan keji), juga bagi orang yang ingin mendapatkan pengajaran serta orang yang beriman dengan keimanan yang hakiki.
Allah l berfirman:
“Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah datang seorang buta kepadanya.Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia ingin mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu bermanfaat kepadanya?” (‘Abasa: 1-4)
Demikian pula pada ayat yang lain Allah l berfirman:
“Dan tetaplah memberi peringatan, karena sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman.” (Adz-Dzariyat: 55)
Juga sebagaimana yang tersebut dalam firman Allah l:
“Oleh sebab itu berikanlah peringatan karena peringatan itu bermanfaat.” (Al-A’la: 9)
Pada asalnya, hati memiliki kecenderungan dan kecondongan untuk mencintai apa yang Allah l cintai dan membenci apa yang Allah l benci. Jika diingatkan akan keberadaan Allah l, keagungan dan kebesaran, serta ayat-ayat dan tanda-tanda kekuasaan-Nya, hati akan teringat kepada-Nya. Jika ditakut-takuti akan berat dan sakitnya azab Allah l, hati akan takut kepada-Nya. Inilah hati yang mendapatkan petunjuk Allah l. Dia memberikan petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Allah l berfirman:
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur`an yang serupa lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabbnya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang dikehendaki-Nya.” (Az-Zumar: 23)
Namun, apabila hati telah ternodai, berkarat seperti pada besi, diingatkan akan ayat-ayat dan tanda-tanda kekuasaan-Nya, kepada kenikmatan-kenikmatan dan siksaan-Nya, dia tidak akan ingat. Bahkan akan mengingkari, terus menerus berdiri dan berjalan di atas kebatilan –baik dalam keyakinan maupun ucapan–, di sekitar keburukan dan kerusakan ucapan dan perbuatan… Jika demikian, ini bukanlah hati seorang muslim, seperti yang Allah  l firmankan:
“Bahkan kamu menjadi heran (terhadap keingkaran mereka) dan mereka menghinakanmu.Dan apabila mereka diberi peringatan mereka tidak mengingatnya.” (Ash-Shaffat: 12-13)
Demikian pula firman Allah l:
“Dan apabila dikatakan kepadanya: ‘Bertakwalah kepada Allah’, bangkitlah kesombongannya yang menyebabkannya berbuat dosa.” (Al-Baqarah: 206)
Di antara sekian bentuk peringatan yang tersebut dalam Al-Qur`an maupun dalam hadits-hadits yang shahih adalah ajakan untuk mensyukuri nikmat Allah l, baik yang bersifat lahiriah maupun batiniah, dan peringatan dari mengkufuri (mengingkari)-nya. Seperti firman Allah l:
“Dan bersyukurlah kepada-Ku dan janganlah kamu mengingkari nikmat)-Ku.” (Al-Baqarah: 152)
Demikian pula adanya perintah Allah  l kepada manusia secara umum untuk mengingat nikmat-Nya. Karena apapun bentuknya, segala yang telah diperoleh setiap manusia berupa kenikmatan baik yang lahir maupun yang batin, kesehatan, kelapangan waktu maupun rizki, banyak maupun sedikit, baik dirasakan dan disadari maupun tidak, semuanya datang dari-Nya.Dialah yang menciptakan langit dan bumi.Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.Dialah yang menganugerahkan rahmat kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Allah l berfirman:
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu.Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rizki kepada kamu dari langit dan bumi?Tidak ada sesembahan (yang berhak disembah) kecuali Dia; maka mengapa kalian berpaling?” (Fathir: 3)
Dari sekian nikmat Allah l yang wajib untuk disyukuri ialah adanya anak di tengah keluarga.Merupakan idaman, harapan dan dambaan bagi yang telah berkeluarga, adanya anak yang dapat menjadi penghibur bagi keduanya. Selain itu, terbetik harapan agar ia menjadi anak yang taat kepada Allah l dan Rasul-Nya n, lagi berbakti kepada orangtua, serta menjadi anak yang baik lagi beragama.
Allah l menciptakan manusia melalui sebab adanya orangtua. Karena itulah Allah  l agungkan hak kedua orangtua atas anaknya (yaitu kewajiban yang harus ditunaikan oleh seorang anak kepada kedua orangtuanya). Allah l berfirman:
“Dan Kami wajibkan manusia (berbuat baik) kepada kedua orangtuanya.” (Al-’Ankabut: 8)
Adakah harapan dan dambaan serta kebanggaan yang lain bagi orangtua yang muslim dan beriman, jika anak yang lahir darinya dan dididik di atas fitrahnya, selain mendapati anaknya menjadi anak shalih yang senantiasa mendoakan orangtuanya, dan di hari kiamat ia menjadi sebab terangkatnya derajat kedua orangtuanya?
Dari Abu Hurairah z, Rasulullah n bersabda:

إِذَامَاتَالْإِنْسَانُانْقَطَعَعَمَلُهُإِلاَّمِنْثَلاَثٍ؛صَدَقَةٍجَارِيَةٍ،أَوْعِلْمٍيُنْتَفَعُبِهِأَوْوَلَدٍصَالِحٍالَّذِييَدْعُولَهُ
“Apabila manusia telah mati, terputuslah amalannya kecuali tiga hal: shadaqah jariyah,ilmu yang bermanfaat, atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim)
Demikian pula sabda beliau n yang diriwayatkan dari sahabat Abu Hurairah z:

إِنَّاللهَعَزَّوَجَلَّلَيَرْفَعُالدَّرَجَةَلِلْعَبْدِالصَّالِحِفِيالْجَنَّةِفَيَقُولُ: ياَرَبِّأَنَّىلِيْهَذِهِ؟فَيَقُولُ: بِاسْتِغْفَارِوَلَدِكَلَكَ.
“Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat seorang hamba yang shalih di jannah, kemudian ia berkata: ‘Wahai Rabbku, dari mana ini?’ Maka Allah berfirman: ‘Dengan sebab istighfar (permintaan ampun) anakmu untukmu’.” (HR. Ahmad)
Dan Al-Bazzar meriwayatkan dengan lafadz:
أَوْبِدُعَاءِوَلَدِكَلَكَ
“Dengan sebab doa anakmu untukmu.” (Lihat Ash-Shahihul Musnad, 1/383-384, cet. Darul Quds)
Memang tidak semua anak yang lahir akan menjadi dambaan dan kebahagiaan bagi kedua orangtua. Ada pula anak yang menjadi siksaan bagi keduanya. Oleh karena itu Allah l berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istri dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu, maka berhati-hatilah kamu terhadap mereka.” (At-Taghabun: 14)
Jika demikian, apakah yang sudah dilakukan oleh orangtua untuk anaknya? Adakah keinginan untuk menyenangkan anak cukup dengan mengikuti dan memenuhi segala apa yang disenangi dan dimaui, tanpa memedulikan keselamatan agamanya? Sudahkah seorang ayah atau ibu memberikan atau mengupayakan sesuatu yang dapat menjadi sebab untuk menguatkan sang anak agar ia hidup dan meninggal tetap berada di atas fitrahnya? Tidakkah seorang menyadari bahwa orangtua menjadi sebab akan agama yang dianut anaknya? Di manakah dia berada?

Makna dan Faedah Hadits
q Lafadz:
مَامِنْمَوُلُودٍ
Pada riwayat lain: كُلُّمَوْلُودٍ, artinya setiap yang dilahirkan (bayi).
Al-Hafizh Ibnu Hajar t berkata: “Yaitu dari bani Adam, seperti yang tersebut dalam riwayat dari jalan Ja’far bin Rabi’ah dari Al-A’raj dari Abu Hurairah z dengan lafadz:
كُلُّبَنِيآدَمَيُوْلَدُعَلىَالْفِطْرَةِ
“Setiap bani Adam dilahirkan dalam keadaan fitrah.”
Demikian pula Khalid Al-Wasithi meriwayatkan dengan lafadz yang serupa, dari Abdurrahman bin Ishaq dari Abu Zinad dari Al-A’raj. Riwayat ini disebutkan oleh Ibnu Abdil Bar dalam kitabnya At-Tamhid.
Sekilas, riwayat ini mengandung kejanggalan, karena berkonsekuensi bahwa setiap yang lahir akan ada yang menjadi Yahudi atau yang lain seperti tersebut dalam hadits. Juga bahwa sebagian dari yang dilahirkan itu tetap menjadi seorang muslim dan tidak terjadi padanya sesuatu (perubahan). Jawabnya adalah, kekufuran yang terjadi (setelah bayi lahir) bukan bawaan diri sang bayi dan tabiatnya, namun hal itu terjadi karena adanya sebab dari luar. Jika seorang bayi selamat dari sebab luar yang memengaruhinya, ia akan terus berada pada kebenaran (fitrahnya). Hal inilah yang menguatkan pendapat yang benar dalam mengartikan makna fitrah. (lihat Al-Fath, 3/303, cet. Darul Hadits, dan At-Tamhid, 18/98, Al-Maktabah As Syamilah).
Al-Imam Muslim t meriwayatkan dari jalan Abdul Aziz Ad-Darawardi, dari Al-’Ala` bin Abdirrahman, dari ayahnya Abdurrahman bin Ya’qub, dari Abu Hurairah z, bahwa Rasulullah n bersabda:
كُلُّإِنْسَانٍتَلِدُهُأُمُّهُعَلَىالْفِطْرَةِ
“Setiap manusia dilahirkan oleh ibunya dalam keadaan fitrah.”

q Lafadz:
يُوْلَدُعَلَىالْفِطْرَةِ
“Dilahirkan dalam kedaan fitrah.”
Al-Hafizh t berkata: “Yang nampak bahwa sifat ini umum pada seluruh anak yang dilahirkan. Hal ini seperti yang ditegaskan dalam riwayat sebelumnya (dalam Shahih Al-Bukhari hadits no. 1359), dari jalan Yunus bin Yazid Al-Aili, dari Az-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah dengan lafadz:
مَامِنْمَوْلُودٍإِلاَّيُوْلَدُعَلىَالْفِطْرَةِ
“Tidaklah setiap anak yang lahir, kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah.”
Dalam Shahih Muslim (Kitabul Qadar-46/bab-6/no.23) dari jalan Abu Shalih, dari Abu Hurairah z dengan lafadz:
مَامِنْمَوْلُودٍإِلاَّيُولَدُعَلَىالْفِطْرَةِ
“Tidaklah setiap anak yang lahir, kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah.”
Ibnu Abdil Bar menghikayatkan pendapat yang menyatakan bahwa hadits ini tidak berkonsekuensi keumuman (meliputi setiap bayi). Namun maksud dari hadits ini adalah, setiap anak yang dilahirkan dalam keadaan fitrah dan ia memiliki kedua orangtua yang keduanya beragama selain Islam, maka kedua orangtuanyalah yang telah memindahkan fitrah (agama) anaknya kepada agama selain Islam (Yahudi atau Nasrani). Maka perkiraan makna hadits ini ialah: Setiap anak yang lahir dilahirkan dalam keadaan fitrah, sedangkan kedua orangtuanya Yahudi (misalnya), maka keduanya telah menjadikan anaknya Yahudi. Kemudian di waktu baligh, ia akan dihukumi dengan apa yang sesuai padanya.
Untuk membantah pendapat ini, cukuplah dengan riwayat yang jelas, seperti riwayat dari jalan Ja’far bin Rabi’ah:
كُلُّبَنِيآدَمَيُوْلَدُعَلىَالْفِطْرَةِ
“Setiap bani Adam dilahirkan dalam keadaan fitrah.” (Al-Fath, 3/303)

C. Makna Fitrah
Para ulama salaf berbeda pendapat dalam memaknai kata fitrah dengan pendapat yang cukup banyak.Pendapat yang paling masyhur dalam hal ini ialah bahwa maknanya Islam. Ibnu Abdil Bar berkata: “Pendapat inilah yang dikenal di kalangan ulama salaf.” Para ulama sepakat pula dalam menafsirkan makna fitrah pada ayat:
“(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” (Ar-Rum: 30)
Yakni Islam.
Mereka berhujjah dengan ucapan Abu Hurairah z pada akhir haditsnya. Abu Hurairah z berkata: Bacalah oleh kalian jika kalian berkenan:
Juga dengan hadits ‘Iyadh bin Himar Al-Mujasyi’i dari Nabi n: “Allah l berfirman (dalam hadits qudsi):
إِنِّيخَلَقْتُعِبَادِيحُنَفَاءَكُلَّهُمْوَإِنَّهُمْأَتَتْهُمُالشَّيَاطِينُفَاجْتَالَتْهُمْعَنْدِيْنِهِمْ
“Sesungguhnya Aku ciptakan hamba-hamba-Ku semuanya dalam keadaan lurus bertauhid (Islam), kemudian setan mendatangi (menggoda)nya, lalu memalingkan mereka dari agamanya (supaya tersesat).” (HR. Muslim no. 2875)
Al-Imam Al-Bukhari t juga memastikan pendapat ini, seperti yang beliau sebutkan dalam Kitab Tafsir, surat Ar-Rum ayat 30, bahwa al-fitrah adalah Islam. Al-Hafizh Ibnu Hajar  t berkata: “Ucapan ini bersumber dari Ikrimah dengan sanad yang sampai kepadanya, sebagaimana yang disebutkan oleh Al-Imam Ath-Thabari  t dalam tafsirnya.”
Ibnu Baththal t dalam syarahnya (5/417, Maktabah Syamilah) berkata setelah menyebutkan pendapat ulama yang memaknai fitrah adalah agama Islam: “Pendapat ini diriwayatkan dari Abu Hurairah, Ikrimah, Al-Hasan (Al-Bashri), Ibrahim (An-Nakha’i), Adh-Dhahhak, Qatadah, dan Az-Zuhri.”
Al-Imam Ahmad t berkata: “Barangsiapa yang meninggal (yakni seorang anak) dan kedua orangtuanya dalam keadaan kafir, maka ia dihukumi sebagai anak muslim.” Beliau berdalil dengan hadits Abu Hurairah di atas.Hal ini menunjukkan bahwa beliau menafsirkan al-fitrah dengan Islam. Dan inilah pendapat beliau yang terakhir dalam hal ini, sebagaimana yang dihikayatkan oleh Muhammad bin Nashr.
Ibnu Abdil Bar dan yang lain menyatakan adanya pendapat lain dalam masalah ini. Di antaranya adalah ucapan Abdullah ibnul Mubarak, bahwa maksud dari hadits ini adalah: Seorang anak yang lahir akan berada pada apa yang akan terjadi padanya, celaka atau bahagia. Barangsiapa yang telah Allah l ketahui bahwa ia akan menjadi seorang muslim maka ia dilahirkan di atas keislaman. Dan barangsiapa yang telah Allah l ketahui bahwa ia akan menjadi orang kafir, maka ia dilahirkan di atas kekafiran. Seolah-olah beliau menakwilkan makna fitrah dengan ilmu Allah.
Pendapat ini disanggah dengan alasan, bahwa kalau memang demikian maknanya, maka sabda Rasulullah n: “Maka kedua orangtuanyalah yang akan mengubah anak itu menjadi Yahudi…” menjadi tidak bermakna. Karena kedua orangtuanya berbuat sesuatu yang telah menjadi fitrah anaknya ketika lahir.Hal ini bertentangan dengan permisalan yang dibuat oleh Rasulullah n dalam hadits (yaitu anak lahir dalam keadaan selamat, seperti hewan lahir tanpa cacat.Kalau kemudian terjadi buntung (putus telinganya), siapa yang berbuat?)
Sebagian ulama menyatakan, maknanya adalah Allah l menciptakan kepada mereka pengenalan dan pengingkaran (terhadap Penciptanya). Dan ketika Allah l mengambil persaksian dari keturunan (anak-anak Adam), semuanya berkata (menjawab): “Betul.”1 Ahlu sa’adah (orang-orang yang bahagia/ selamat) akan menjawabnya dalam keadaan suka (menerima). Adapun ahlu syaqawah (orang-orang yang celaka) menjawabnya dalam keadaan terpaksa. Muhammad bin Nashr berkata: Aku mendengar dari Ishaq bin Rahawaih bahwa dia condong kepada pendapat ini, dan beliau menguatkannya.
Pendapat ini disanggah dengan alasan bahwa perincian semacam ini (yaitu menjawab dengan suka atau terpaksa) membutuhkan penukilan (dalil) yang shahih.Tidak ada yang meriwayatkan seperti ini kecuali As-Sudi, itupun tanpa sanad.Ada kemungkinan pula diambil dari kisah Israiliyat.Demikian kata Ibnul Qayyim t, beliau dapatkan dari gurunya.
Ada pula yang berpendapat, yang dimaksud dengan fitrah ialah Al-Khilqah (ciptaan) yaitu dilahirkan dalam keadaan selamat, tidak tahu kekufuran dan keimanan. Kemudian ia akan meyakini apabila telah sampai masa taklif (dibebani syariat). Pendapat ini yang dikuatkan oleh Ibnu Abdil Bar, dengan alasan sesuai dengan hadits (penyerupaan Rasulullah n dengan lahirnya hewan yang selamat, tidak buntung), dan hal ini tidak bertentangan dengan hadits ‘Iyadh bin Himar. Karena maksud kata hanif dalam hadits tersebut adalah dalam keadaan istiqamah.
Pendapat ini terbantah, dengan alasan bila yang dimaksud demikian tentu beliau n tidak mencukupkan perubahan (fitrah) kepada agama kufur saja tanpa menyebut agama Islam. Juga, ucapan Abu Hurairah  z dengan menyebut ayat setelah menyebutkan hadits menjadi tidak berarti.
Termasuk yang menguatkan pendapat yang benar dalam hal ini adalah kalimat “…maka kedua orangtuanyalah yang akan menjadikan ia Yahudi.” Bukanlah berarti adanya fitrah menjadi syarat, namun untuk menjelaskan apa yang akan menghalangi sebab terjadinya. Seperti seorang anak lahir, kemudian ia menjadi seorang Yahudi. Hal ini terjadi karena adanya perkara dari luar fitrah yang memengaruhi. Berbeda bila ia tetap dalam keadaan muslim (maka ia akan tetap berada pada fitrahnya).
Ibnul Qayyim t berkata: “Yang menyebabkan perselisihan para ulama dalam memaknai kata fitrah dalam hadits ini adalah bahwa kaum Qadariyah (para pengingkar takdir) menjadikan hadits ini sebagai hujjah (alasan), untuk menyatakan bahwa kekufuran dan kemaksiatan terjadi bukan karena ketetapan Allah l, akan tetapi manusialah yang memulainya. Dari sinilah, beberapa ulama berupaya untuk menyelisihi pendapat mereka dalam menakwilkan fitrah kepada makna lain selain makna Islam.”


BAB III
KESIMPULAN

Dari hasil makalah ini bisa diambil kesimpulan:
1.    Bahwa setiap manusia dilahirkan secara fitrah, sedang yang menjadikan mereka Yahudi atau nasrani adalah keluarganya atau kedua orang tuanya.
2.    Anak yang shaleh bisa mengangkat derajat Orangtuanya ketika di Akhirat.
3.    Makna fitrah pada bayi diartikan ulama salaf sebagai “islam”





DAFTAR PUSTAKA
Terjemah Hadits Nawawi
www.Google.com

3 komentar:

  1. Balasan
    1. mugkin ada baiknya, kita faham bagaimana cara mendidik anak menurut islam :)

      Hapus
  2. ASSALAMUALAIKUM SAYA INGIN BERBAGI CARA SUKSES SAYA NGURUS IJAZAH saya atas nama bambang asal dari jawa timur sedikit saya ingin berbagi cerita masalah pengurusan ijazah saya yang kemarin hilang mulai dari ijazah SD sampai SMA, tapi alhamdulillah untung saja ada salah satu keluarga saya yang bekerja di salah satu dinas kabupaten di wilayah jawa timur dia memberikan petunjuk cara mengurus ijazah saya yang hilang, dia memberikan no hp BPK DR SUTANTO S.H, M.A beliau selaku kepala biro umum di kantor kemendikbud pusat jakarta nomor hp beliau 0823-5240-6469, alhamdulillah beliau betul betul bisa ngurusin masalah ijazah saya, alhamdulillah setelah saya tlp beliau di nomor hp 0823-5240-6469, saya di beri petunjuk untuk mempersiap'kan berkas yang di butuh'kan sama beliau dan hari itu juga saya langsun email berkas'nya dan saya juga langsung selesai'kan ADM'nya 50% dan sisa'nya langsun saya selesai'kan juga setelah ijazah saya sudah ke terima, alhamdulillah proses'nya sangat cepat hanya dalam 1 minggu berkas ijazah saya sudah ke terima.....alhamdulillah terima kasih kpd bpk DR SUTANTO S.H,M.A berkat bantuan bpk lamaran kerja saya sudah di terima, bagi saudara/i yang lagi bermasalah malah ijazah silah'kan hub beliau semoga beliau bisa bantu, dan ternyata juga beliau bisa bantu dengan menu di bawah ini wassalam.....

    1. Beliau bisa membantu anda yang kesulitan :
    – Ingin kuliah tapi gak ada waktu karena terbentur jam kerja
    – Ijazah hilang, rusak, dicuri, kebakaran dan kecelakaan faktor lain, dll.
    – Drop out takut dimarahin ortu
    – IPK jelek, ingin dibagusin
    – Biaya kuliah tinggi tapi ingin cepat kerja
    – Ijazah ditahan perusahaan tetapi ingin pindah ke perusahaan lain
    – Dll.
    2. PRODUK KAMI
    Semua ijazah DIPLOMA (D1,D2,D3) S/D
    SARJANA (S1, S2)..
    Hampir semua perguruan tinggi kami punya
    data basenya.
    UNIVERSITAS TARUMA NEGARA UNIVERSITAS MERCUBUANA
    UNIVERSITAS GAJAH MADA UNIVERSITAS ATMA JAYA
    UNIVERSITAS PANCASILA UNIVERSITAS MOETOPO
    UNIVERSITAS TERBUKA UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
    UNIVERSITAS TRISAKTI UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
    UNIVERSITAS BUDI LIHUR ASMI
    UNIVERSITAS ILMUKOMPUTER UNIVERSITAS DIPONOGORO
    AKADEMI BAHASA ASING BINA SARANA INFORMATIKA
    UPN VETERAN AKADEMI PARIWISATA INDONESIA
    INSTITUT TEKHNOLOGI SERPONG STIE YPKP
    STIE SUKABUMI YAI
    ISTN STIE PERBANAS
    LIA / TOEFEL STIMIK SWADHARMA
    STIMIK UKRIDA
    UNIVERSITAS NASIONAL UNIVERSITAS JAKARTA
    UNIVERSITAS BUNG KARNO UNIVERSITAS PADJAJARAN
    UNIVERSITAS BOROBUDUR UNIVERSITAS INDONESIA
    UNIVERSITAS MUHAMMADYAH UNIVERSITAS BATAM
    UNIVERSITAS SAHID DLL

    3. DATA YANG DI BUTUHKAN
    Persyaratan untuk ijazah :
    1. Nama
    2. Tempat & tgl lahir
    3. foto ukuran 4 x 6 (bebas, rapi, dan usahakan berjas),semua data discan dan di email ke alamat email bpk sutantokemendikbud@gmail.com
    4. IPK yang di inginkan
    5. universitas yang di inginkan
    6. Jurusan yang di inginkan
    7. Tahun kelulusan yang di inginkan
    8. Nama dan alamat lengkap, serta no. telphone untuk pengiriman dokumen
    9. Di kirim ke alamat email: sutantokemendikbud@gmail.com berkas akan di tindak lanjuti akan setelah pembayaran 50% masuk
    10. Pembayaran lewat Transfer ke Rekening MANDIRI, BNI, BRI,
    11. PENGIRIMAN Dokumen Via JNE
    4. Biaya – Biaya
    • SD = Rp. 1.500.000
    • SMP = Rp. 2.000.000
    • SMA = Rp. 3.000.000
    • D3 = 6.000.000
    • S1 = 7.500.000(TERGANTUN UNIVERSITAS)
    • S2 = 12.000.000(TERGANTUN UNIVERSITAS)
    • S3 / Doktoral Rp. 24.000.000
    (kampus terkenal – wajib ikut kuliah beberapa bulan)
    • D3 Kebidanan / keperawatan Rp. 8.500.000
    (minimal sudah pernah kuliah di jurusan tersebut hingga semester 4)
    • Pindah jurusan/profesi dari Bidan/Perawat ke Dokter. Rp. 32.000.000

    BalasHapus